Filosofi Pendidikan - Identitas Manusia Indonesia
Identitas Manusia Indonesia
Dengan menggunakan metode fenomenologi atau analisis eksistensial, manusia Indonesia berarti identitas manusia yang menghayati nilai-nilai kemanusiaan khas Indonesia. Istilah kemanusian Indonesia dipilih mengingat tidak mudahnya mendeskripsikan apa dan siapa manusia Indonesia yang sesungguhnya. Kemanusiaan Indonesia dimaksudkan untuk menyampaikan pengertian luas dan mendalam tentang pengalaman manusia Indonesia yang terbentuk secara relasional-dialogal-historis sejak sebelum adanya Negara Republik Indonesia sampai dengan kini dan masa depan. Kemanusiaan Indonesia mencakup nilai, jiwa, hasrat, martabat, sosialitas, relasionalitas, genuitas, dialogalitas, dan berbagai tradisi manusia-manusia Indonesia dari waktu ke waktu, dari generasi ke generasi. Setidaknya ada tiga hal hakiki yang layak ditegaskan sebagai nilai kemanusiaan khas Indonesia, yakni nilai kebhinekatunggalikaan, nilai-nilai Pancasila dan religiusitas.
A. Manusia Indonesia Lahir, Hidup dan Berkembang dalam Kebhinekatunggalikaan
Di dalam pengalaman berelasi, berinteraksi, berdialog, beraktivitas, dan memperjuangkan hidupnya, orang-orang Indonesia menemukan makna keindonesiaannya yang kaya akan keragaman (kebhinekaan). Keragaman merupakan pengalaman manusia di dunia ini terutama di era global ini. Bagi orang-orang Indonesia, keragaman atau kebhinekaan merupakan salah satu struktur hakiki atau karakter keindonesiaannya yang amat khas. Keragamaan (kebhinekaan) itu merupakan pengalaman yang secara hakiki membentuk identitas keindonesiaan sejak Indonesia belum diakui sebagai sebuah Negara. Mereka yang berjuang untuk menyiapkan kemerdekaan Indonesia adalah orang-orang yang sejak semula hidup dalam pengalaman relasi dengan latar belakang perbedaan dan keragaman agama (kepercayaan), ras, suku, warna kulit, dan bahasa dalam konteks ribuan pulau, tradisi, ritual, mitos, legenda, simbolisme bangunan, hasil bumi, dan flora-fauna. Makna keragaman manusia Indonesia yang hidup dalam negara kepulauan dan beriklim tropis serta dilingkupi lautan tentu berbeda dengan makna keragaman orang-orang dari dari benua Afrika, Eropa dan Amerika. Selain itu, keragaman yang menjadi karakter keindonesiaan juga bersifat terbuka terhadap pemaknaan baru. Dalam perjalanan waktu, keragaman yang diterima sebagai warisan itu dihidupi dalam relasi yang dinamis sehingga membutuhkan pemaknaan baru Artinya, makna keragaman yang menjadi karakter keindonesiaan bersifat transendental dan terbuka untuk digali maknanya melalui proses eksplorasi pengalaman lokalitas manusia Indonesia.
Bagi masyarakat Indonesia, keragaman merupakan nilai yang khas dan menjadi salah satu identitas bangsa Indonesia. Pertama, keragaman Indonesia merupakan anugerah alamiah (tanpa dirancang) yang sudah ada sejak sebelum terbentuknya negara Indonesia. Dalam arti ini keragaman merupakan kekayaan masyarakat Indonesia. Kedua, masyarakat Indonesia beragam dalam hal pengalaman hidup, budaya, bahasa, ras, suku, bahasa, kepercayaan, tradisi, dan berbagai ungkapan simbolik. Semuanya itu memuat nilai-nilai yang menjiwai dinamika hidup bersama dengan corak yang berbeda-beda. Karenanya, di dalam nilai keragaman terkandung nilai-nilai kemanusiaan yang amat kaya dan layak untuk terus digali dan dilestarikan. Dengan kata lain, keragaman merupakan nilai kemanusiaan Indonesia yang menjadi identitas bangsa dan budaya Indonesia.
Dengan menggunakan pemikiran Koentjaraningrat, budaya mempunyai tiga wujud. Wujud pertama dari budaya adalah ide, gagasan, nilai, atau norma yang dihidupi di tengah konteks masyarakat. Wujud kedua adalah berbagai aktivitas atau pola tindakan manusia di tengah masyarakat. Yang ketiga adalah benda-benda bernilai yang dihasilkan oleh aktivitas manusia atau disebut juga artifact. Wujud pertama berciri abstrak atau spiritual. Artinya, disebut wujud abstrak atau spiritual karena memang tidak kasat mata. Meski demikian, ide-ide, gagasan atau nilai-nilai itu memberi pengaruh dan mendorong kehidupan dan aktivitas manusia di tengah masyarakat yang secara kontinyu sehingga membentuk adat kebiasaan. Tindakan atau aktivitas manusia dalam memperjuangkan nilai-nilai di dalam kebersamaan masyarakat akhirnya membentuk sistem sosial atau sebuah pola perilaku yang mentradisi dan bisa menghasilkan wujud fisik budaya atau artifact yang bernilai luhur. Dengan demikian, sistem nilai, sistem sosial dan hasil karya manusia yang bernilai luhur merupakan satu kesatuan yang ketiganya merupakan wujud budaya.
Koentjaraningrat menambahkan penjelasannya bahwa budaya juga memuat tujuh unsur penting, yakni bahasa, kesenian, sistem religi, sistem teknologi, sistem mata pencaharian, organisasi sosial, dan sistem ilmu pengetahuan. Baginya, ketujuh unsur kebudayaan ini bersifat universal karena ditemukan di setiap masyarakat. Hal-hal yang disebutkan oleh Koentjaraningrat ditegaskan oleh Battista Mondin. Bagi Mondin, budaya merupakan kesatuan dari empat pilar penting, yakni nilai-nilai, bahasa, adat-istiadat atau tradisi, dan teknik pengungkapan dalam perilaku manusia. Pemikiran Koentjaraningrat dan Battista Mondin memperjelas dan membantu penegasan secara rinci apa yang dimaksud dengan keragaman sebagai nilai yang menunjukkan identitas dan jiwa budaya bangsa Indonesia.
B. Manusia Indonesia sebagai Manusia Pancasila
Menilik sejarahnya, keberadaan manusia Indonesia sebagai bangsa yang akan merdeka membutuhkan fondasi filosofis sebegai penegas identitasnya. Fondasi filosofis memuat jiwa bangsa, cita-cita luhur bangsa, rasa-perasaan sebagai bangsa, dan nilai-nilai hidup berbangsa. Mencari fondasi hidup berbangsa sudah menjadi pergulatan Ir.Soekarno sejak tahun 1925. Dalam imajinasi dan cita-cita menggapai kemerdekaan Indonesia, Soekarno sudah menggumuli nilai-nilai budaya yang sudah dihidupi oleh masyarakat nusantara yang akan dijadikan sebagai ideologi bangsa. Dengan demikian, tujuan perumusan Pancasila adalah untuk menemukan perekat dan penyatuan hidup berbangsa bagi segala suku dan bangsa di nusantara ini. Dengan menggali nilai-nilai luhur yang sudah dihidupi masyarakat di kepulauan nusantara, Soekarno menjadikan Pancasila sebagai identitas bangsa Indonesia dan sekaligus manusia Indonesia. Segala segala kekayaan melingkupi masyarakat Indonesia yang berbhineka di kristalisasi dalam Pancasila. Karenanya, pancasila berisi “djiwa bangsa Indonesia”. Pancasila merupakan intisari yang merangkum nilai-nilai, jiwa dan semangat yang dihidupi oleh orang-orang Indonesia yang selalu menjunjung tinggi nilai gotong-royong. Hal ini juga ditegaskan oleh Ki Hajar Dewantara.
Menghargai dan memberi ruang kepada setiap warga dan bangsa untuk memberikan sumbangan bagi kebersamaan dalam membangun dunia merupakan wujud penghayatan nilai-nilai Pancasila. Setiap warga masyarakat saling membutuhkan satu sama lain dalam kebersamaan sebagai makhluk sosial. Rukun dan damai merupakan kebutuhan setiap pribadi di dalam hidup bersama di tengah dunia. Terciptanya hidup harmonis dan damai menjadi tanggungjawab setiap pribadi dalam kebersamaan yang mempertebal rasa aman dan syukur setiap pribadi sebagai warga masyarakat. Sila-sila Pancasila memuat imperative etis untuk hidup bersatu, bertanggungjawab, bekerjasama, hidup adil dan bermusyawarah (bergotong-royong) untuk memenuhi kebutuhan hidup setiap pribadi dan bersama dalam segala dimensinya. Dalam upaya memenuhi kebutuhan hidup, keseimbangan dinamis antara hak dan kewajiban setiap warga perlu mendapatkan tempat untuk mewujudkannya. Lebih dari itu, dalam konteks pendidikan Indonesia, seperti yang ditegaskan oleh Ki Hajar Dewantara, pengenalan terhadap para siswa dan dialog edukatif untuk menumbuhkan karakter lebih dari sekedar mengembangkan kemampuan intelektual dalam semangat kompetisi individualism.