Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Modul PPG - Teori Belajar dan Implikasinya Dalam Pembelajaran

 

1.    Uraian materi

a.    Teori belajar Behavioristik dan implikasinya dalampembelajaran

1)    Pandangan Teori Belajar Behavioristik

Saudaramahasiswa, Anda sudah tidak asing lagi dengan teori belajarbehavioristik bukan? Mungkinsaja teori ini sudah sangatsering kita terapkan dalam praktik pendidikan yang kita laksanakan. Tahukah Anda, istilah apakah yang sering digunakan untuk menyebut teori belajar behavioristik? Ya, tepat sekali. Teori belajar behavioristik dikenal juga dengan teori belajar perilaku, karena analisis yang dilakukan pada perilaku yang tampak, dapat diukur, dilukiskan dan diramalkan. Belajar merupakan perubahan perilakumanusia yang disebabkan karena pengaruh lingkungannya. Behaviorisme hanya ingin mengetahui bagaimana perilaku individu yang belajar dikendalikan oleh faktor-faktor lingkungan, artinya lebih menekankan pada tingkah laku manusia. Teori ini memandangindividu sebagai makhlukreaktif yang memberirespon terhadap lingkungannya (Schunk, 1986). Pengalaman dan pemeliharaan akan pengalaman tersebut akan membentuk perilaku individu yang belajar. Dari hal ini, munculah konsep “manusia mesin” atau Homo mechanicus (Ertmer &Newby, 1993).

Behavioristik memandang bahwa belajarmerupakan perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antar stimulus dan respon (Robert, 2014). Sehingga, dapat kita pahami bahwa belajar merupakan bentuk dari suatu perubahan yang dialami pesertadidik dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon. Pesertadidik dianggap telah melakukan belajar jika dapat menunjukkan perubahan tingkah lakunya. Contohnya, peserta didik dapat dikatakan bisa membaca jika ia mampu menunjukkan kemampuan membacanya dengan baik.

Menurut teori behavioristik, apa yang terjadi di antara stimulus dan respon dianggaptidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur, yang dapat diamatihanyalah stimulus dan


 

 

respons. Oleh sebab itu, apa saja yang diberikan guru merupakan stimulus, dan apa saja yang dihasilkan peserta didik merupakan respon, semuanya harus dapat diamatidan dapat diukur.Behavioristik mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal yang penting untuk melihat terjadi tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.

Ciri dari teori ini adalah mengutamakan unsur-unsur dan bagian kecil, bersifat mekanistis, menekankan peranan lingkungan, mementingkan pembentukan         reaksi           atau      respon,                         menekankan    pentingnya                       latihan, mementingkan              mekanisme                                hasil       belajar,  mementingkan       peranankemampuan dan hasilbelajar yang diperoleh adalah munculnya perilakuyang diinginkan. Pada teori belajarini sering disebutS-R                         (Stimulus Respon) psikologisartinya bahwa tingkahlaku manusia dikendalikan oleh ganjaran atau reward dan penguatanatau reinforcement dari lingkungan. Dengan demikian dalamtingkah laku belajarterdapat jalinan yang erat antarareaksi-reaksi behavioural denganstimulusnya. Pendidik yangmenganut pandangan ini berpandapat bahwa tingkah laku peserta didikmerupakan reaksi terhadap lingkungan dan tingkah laku adalah hasilbelajar. Behaviorisme, pertama kali didefinisikan dengan jelas oleh Watson seorang ahli bidang psikologiyang fokus pada peran pengalaman dalam mengatur perilaku(Robert, 2014), dalam kajian ini akan dibahasbeberapa tokoh behavioristik. Tokoh-tokoh aliran behavioristik di antaranya adalahThorndike, Watson, Clark Hull, Edwin Guthrie, dan Skiner. Pada dasarnya para penganut aliran behavioristik setuju dengan pengertian belajar seperti yang telah dikemukakan di atas, namun ada beberapaperbedaan pendapat di antara mereka.Untuk lebih jelasnya, mari kita kaji bersama paparanpara

tokoh berikut:


 

 

a)        Edward Lee Thorndike (1871-1949)

Description: http://scdc.binus.ac.id/himpgsd/wp-content/uploads/sites/82/2017/06/thorndike.gifSaudara mahasiswa, mari kita memulaikajian tentang teori belajar yang dikemukakan oleh ahli teori belajar terbesarsepanjang masa EdwardLee Thorndike. Dia bukan hanya merintis karya besarnya dalam teori belajar tetapi juga dalam bidang psikologi pendidikan, dan yang menarikbeliau memulai proyekrisetnya saat sudah berusia lebihdari

60 tahun(Hergenhahn & Olson, 2001).

Thorndike dikenal dengan percobaannya dengan menggunakan kucing dan kotak puzzle (Robert, 2014). Dalam percobaannya, Thorndike menempatkan kucing dalam kotak yang dilengkapi dengan peralatan (tuas, pedal dan knob) yang akan memungkinkan kucing tersebut keluar dari kotakdan mendapatkan makanan yang ditempatkan tepat di luar pintu. Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih komprehensif terkait teori Thorndike, Anda dapat belajar pada link berikut : http://bit.ly/2JCtFwT

Dari hasil eksperimennya Thorndike mengemukakan bahwa belajar adalah proses interaksi antara stimulus (S) dan respon (R). dari pengertian tersebut didapatkan bahwa wujud tingkah laku tersebut bisa saja diamati atau tidak dapat diamati (Robert, 2014). Teori belajar Thorndike disebut sebagaialiran Koneksionisme (Connectionism).

 


 

Menurut Thorndike, belajar dapat dilakukan dengan mencoba-coba (trial and error), dimana proses mencoba-coba dilakukan bila seseorang tidak tau bagaimana harus memberikan respon atas sesuatukarena


 

 

kemungkinan akan ditemukan respon yang tepat berkaitan dengan masalah yang dihadapi. Thorndike juga mengemukakan beberapa hukum tentang belajar (Gredler & Margaret, 2009).

1.    Hukum kesiapan (Law of Readiness)

2.    Hukum latihan(Law of Excercise)

3.    Hukum akibat (Law of Effect)

b)        Jhon Broades Watson (1878-1958)

Description: Image result for teori belajar watsonSaudara mahasiswa, Watson dikenal sebagai pendirialiran Behaviorisme di Amerika Serikatberkat karyanya yang begitu dikenal “Psychologyas the behaviorist view it” (Ertmer & Newby, 1993). Belajar menurutWatson adalah proses interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus dan respon yang dimaksudharus berbentuk tingkahlaku yang

dapat diamati (observabel) dandapat diukur. Artinya, walaupunia mengakui adanya perubahan-perubahan mentaldalam diri seseorangselama proses belajar, namun ia menganggap hal-hal tersebut sebagai faktor yang tak perlu diperhitungkan. Ia tetap mengakui bahwa perubahan-perubahan mental dalam benak peserta didik itu penting, namun semua itu tidak dapat menjelaskan apakah seseorang telah belajar atau belum karena tidak dapat diamati.

Teori yang dikembangkan oleh Watson ialah Conditioning. Teori conditioning berkesimpulan bahwa perilaku individudapat dikondisikan. Ia percaya dengan memberikan kondisi tertentu dalam proses pembelajaran maka akan dapat membuat pesertadidik memiliki sifat-sifat tertentu. Belajar merupakan suatu upaya untuk mengkondisikan (perangsang) yang berupa pembentukan suatu perilaku atau respons terhadap sesuatu. Watson juga percayabahwa kepribadian manusiayang terbentuk melaluiberbagai macam conditioning dan berbagai macam refleks.


 

 

Beberapa pandangan Watson yang dihasilkan dari serangkaian eksperimennya dapat dijelaskan sebagai berikut :

1.      Belajar adalah hasil dari adanya Stimulus dan Respon (S – R). Stimulus merupakan objek di lingkungan, termasuk juga perubahan jaringan dalam tubuh. Sedangkan respon adalah apapun yang dilakukan sebagai jawaban dari stimulus, respon mulai dari tingkat sederhana hinggatingkat yang tinggi.

2.      Perilaku manusia adalah hasil belajar sehingga unsur lingkungan sangat penting. Hal ini dikarenakan Watson tidak mempercayai unsur keturunan (herediter) sebagai penentu perilaku.

3.      Kebiasaan atau habits merupakan dasar perilaku yang ditentukan oleh 2 hukum utama yaitu kebaruan (recency) dan frequency.

4.      Pandangannya tentang ingatan atau memory, menurutnya apa yang diingat dan dilupakan ditentukan oleh seringnya sesuatu digunakan atau dilakukan dan factor yang menentukan adalah kebutuhan.

Pandangan-pandangan tersebut semakin meyakinkan bahwa para tokoh aliran behavioristik cenderung untuk tidak memperhatikan hal-hal yang tidak dapat diukur dan tidak dapat diamati, sepertiperubahan- perubahan mental yang terjadi ketika belajar, walaupun demikian mereka tetap mengakui hal itu penting.Untuk mempelajari lebih dalam tentangteori ini, dapatdiakses melalui link berikut: http://bit.ly/2qZk8cS


 

 

c)         Edwin Ray Guthrie (1886-1959)

Description: Image result for edwin ray guthrie learning theorySaudara mahasiswa, sepertihalnya tokoh behavioristik lainnya Edwin Guthriejuga menggunakan variabelhubungan stimulus dan respon untuk menjelaskan terjadinya proses belajar. Namun Guthrie mengemukakan bahwa stimulus tidak harus berhubungan dengan kebutuhan atau pemuasan biologissemata. Dijelaskannya bahwa hubungan antara stimulusdan respon cenderung

hanya bersifat sementara, oleh sebab itu dalam kegiatanbelajar peserta didikperlu sesering mungkin diberikan stimulus agar hubungan antara stimulus dan respon bersifat lebih tetap. Guthrie mengemukakan, agar respon yang muncul sifatnya lebih kuat dan bahkan menetap, maka diperlukan berbagai macam stimulus yang berhubungan dengan respon tersebut. Guthrie juga percaya bahwa hukuman (punishment) memegang peranan penting dalam proses belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampumerubah kebiasaan dan perilaku seseorang.

Coba kita simak contoh berikut; seorang anak laki-laki yang setiap kali pulang dari sekolah selalu meletakkan baju dan topinya di lantai. Kemudian ibunya menyuruh agar baju dan topi dipakai oleh anaknya, lalu kembali keluar, dan masuk rumah kembali sambil menggantung topi dan bajunya di tempat gantungannya. Setelah beberapa kali melakukan hal itu, respons menggantung topi dan baju menjadi terasosiasi dengan stimulus memasuki rumah.


 

 

d)        Burrhusm Frederic Skinner (1904-1990)

Description: Image result for Burrhus Frederic Skinner theorySaudara mahasiswa, tahu kah Anda bahwa Skinnermerupakan tokoh behavioristik yang paling banyak diperbincangkan dibandingkan dengan tokoh lainnya?Penyebabnya adalah bahwa konsep-konsep yang dikemukakan oleh Skinner tentangbelajar mampu mengungguli konsep-konsep lain yang

dikemukakan oleh para tokoh sebelumnya. Ia mampu menjelaskan konsep belajar secara sederhana, namun dapat menunjukkan konsepnya tentang belajar secara lebih komprehensif.

Pada dasarnya stimulus-stimulus yang diberikan kepada seseorang akan salingberinteraksi dan interaksiantara stimulus-stimulus tersebutakan mempengaruhi bentuk respon yang akan diberikan. Demikian juga dengan respon yang dimunculkan inipun akan mempunyaikonsekuensi- konsekuensi. Konsekuensi-konsekuensi inilah yang pada gilirannya akan mempengaruhi atau menjadipertimbangan munculnya perilaku.Oleh sebab itu, untuk memahami tingkah laku seseorang secara benar, perlu terlebih dahulu memahami hubungan antara stimulus satu dengan lainnya, serta memahami respon yang mungkin dimunculkan dan berbagai konsekuensi yang mungkinakan timbul sebagaiakibat dari respontersebut. Skinner juga mengemukakan bahwa dengan menggunakan perubahan-perubahan mental sebagai alat untuk menjelaskan tingkahlaku hanya akan menambah rumitnya masalah. Sebab, setiap alat yang digunakan perlu penjelasan lagi, demikian seterusnya.

Pandangan teori belajar behavioristik ini cukup lama dianut oleh para guru. Namun dari semua pendukung teori ini, teori Skinner lah yang paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar behavioristik. Asumsi dasar dalam toeri belajar menurut Skinner, yaitu belajarmerupakan perilaku dan perubahan-perubahan perilakuyang


 

 

tercermin dalam kekerapan respon yang merupakan fungsi dari kejadian dalam lingkungan kondisi. Program-program pembelajaran seperti Teaching Machine, Pembelajaran berprogram, modul, dan program-program pembelajaran lain yang berpijak pada konsep hubungan stimulus– responsserta mementingkan faktor-faktor penguat (reinforcement), merupakan program-program pembelajaran yang menerapkan teori belajar yang dikemukakan oleh Skinner.

Teori Skinner dikenal dengan “operant conditioning”, dengan enam konsepnya, yaitu: penguatan positifdan negatif, shapping, pendekatan suksetif, extinction, chaianing of respon, dan jadwal penguatan. Skinner dan tokoh-tokoh lain pendukung teori behavioristik memang tidak menganjurkan digunakannya hukuman dalam kegiatan belajar. Menurut Skinner, hukuman bukan merupakan teknik yang bisa diandalkan untuk mengontrol perilaku di sampingjuga cenderung menghasilkan efek samping yang merugikan (Hill, 2009). Lebih baik tidak menggunakan hukuman jika ada alternatif yang efektif dan menyenangkan (misalnyapenguatan perilaku yang dikehendaki). Saudara mahasiswa untuk lebih mengetahui tentang pendapat Skinner terkait dengan hukuman Anda dapat mengakses link berikut: http://bit.ly/31ZRZzg

 

2)    Impliaksi Teori Behavioristik dalam Kegiatan Pembelajaran

Saudara mahasiswa, setelah mengkaji tentang teori behavioristik maka kita ketahui bahwa istilah-istilah seperti hubungan stimulus-respon, individu atau pesertadidik pasif, perilakusebagai hasil belajaryang tampak, pembentukan perilaku (shaping) dengan penataan kondisisecara ketat, reinforcement danhukuman, ini semua merupakan unsur-unsur yang sangat penting.Teori ini hingga sekarang masih mendominasi praktekpembelajaran di Indonesia. Hal ini tampak dengan jelas pada penyelenggaraan pembelajaran dari tingkat paling dini, seperti Kelompok bermain, Taman Kanak-kanak, Sekolah-Dasar, Sekolah Menengah, bahkan Perguruan Tinggi, pembentukan perilakudengan cara pembiasaan (drill)


 

 

disertai dengan hukuman atau reinforcement masih sering dilakukan. Mari kita kaji bersama bagaimanakah implikasi dari teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran?

Implikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapahal seperti; tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik peserta didik,media dan fasilitaspembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan dilaksanakan berpijakpada teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan ke orang yang belajar atau peserta didik. Peserta didik diharapkan akan memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pendidik atau guru itulah yang harus dipahami oleh murid.

Fungsimind atau pikiran adalah untuk menjiplakstruktur pengetahuan yang sudah ada melalui proses berpikir yang dapat dianalisis dan dipilah, sehinggamakna yang dihasilkan dari proses berpikirseperti ini ditentukan oleh karakteristik struktur pengetahuan tersebut. Karena teori behavioristik memandang bahwa sebagai sesuatu yang ada di dunia nyata telah tersetruktur rapi dan teratur, maka peserta didik atau orang yang belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan lebihdulu secara ketat. Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat esensial dalam belajar, sehingga pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin. Kegagalan atau ketidakmampuan dalam penambahan pengetahuan dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu dihukum, dan keberhasilan belajaratau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk perilakuyang pantas diberihadiah. Demikian juga, ketaatan pada aturan dipandangsebagai penentu keberhasilan belajar. Peserta didik atau peserta didik adalah obyek yang harus berperilaku sesuai dengan aturan,sehingga kontrol belajarharus dipegang oleh sistem yang berada di luar diri peserta didik.


 

 

Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik ditekankan pada penambahan pengetahuan, sedangkan belajar sebagai aktivitas “mimetic”, yang menuntut peserta didik untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan,kuis, atau tes. Penyajian isi atau materipelajaran menekankan pada ketrampilan yang terisolasi atau akumulasi faktamengikuti urutan dari bagian ke keseluruhan. Pembelajaran mengikuti urutan kurikulum secara ketat, sehingga aktivitas belajar lebih banyak didasarkan pada buku teks/buku wajib dengan penekanan pada ketrampilan mengungkapkan kembali isi buku teks/buku wajib tersebut. Thorndike (Schunk, 2012) kemudian merumuskan peran yang harus dilakukan guru dalam proses pembelajaran, yaitu:

1.        Membentuk kebiasaan peserta didik. Jangan berharap kebiasaan itu akan terbentuk dengan sendirinya.

2.        Berhati-hati jangan sampai membentuk kebiasaan yang nantinya harus diubah,karena mengubah kebiasaanyang telah terbentukadalah hal yang sangat sulit.

3.        Jangan membentuk kebiasaan dengan cara yang sesuai dengan bagaimana kebiasaan itu akan digunakan.

4.        Bentuklah kebiasaan dengan cara yang sesuai dengan bagaimana kebiasaan itu akan digunakan.

Evaluasi menekankan pada respon pasif, ketrampilan secara terpisah, dan biasanya menggunakan paper and pencil test. Evaluasi hasil belajar menuntutsatu jawaban benar. Maksudnya, bila peserta didik menjawab secara “benar” sesuai dengan keinginanguru, hal ini menunjukkan bahwa peserta didik telah menyelesaikan tugas belajarnya. Evaluasibelajar dipandang sebagaibagian yang terpisahdari kegiatan pembelajaran, dan biasanya dilakukansetelah selesai kegiatanpembelajaran. Teori ini menekankan evaluasi pada kemampuan peserta didik secara individual.

Salah satu contoh pembelajaran behavioristik adalah pembelajaran terprogram (PI/Programmed Instruction), dimana pembelajaran terprogram


 

 

ini merupakan pengembangan dari prinsip-prinsip pembelajaran Operant conditioning yang di bawa oleh Skinner.Schunk (2012) menyatakan bahwa pembelajaran terprogram melibatkan beberapa prinsip pembelajaran. Dalam pembelajaran terprogram, materi dibagi menjadiframe-frame secara berurutan yang setiap frame memberikan informasi dalam potongan kecil dan dilengkapi dengan test yang akan direspon oleh peserta didik.

Pada jaman modern ini, aplikasi teori behavioristik berkembang pada pembelajaran dengan powerpointdan multimedia. Pembelajaran dengan powerpoint, cenderung terjadi satu arah. Materi yang disampaikan dalam bentuk powerpoint disusun secara rinci dan bagian-bagian kecil. Sementara itu pada pembelajaran dengan multimedia, pesertadidik diharapkan memiliki pemahaman yang sama dengan pengembang, materidisusun dengan perencanaan yang rinci dan ketat dengan urutan yang jelas, latihan yang diberikan pun cenderung memilikisatu jawaban benar. Feedback pada pembelajaran dengan multimedia cenderungdiberikan sebagai penguatandalam setiap soal, hal ini serupa dengan program pembelajaran yang pernah dikembangkan Skinner (Collin, 2012). Skinner mengembangkan model pembelajaran yang disebut “teaching machine” yang memberikan feedback kepada peserta didik bila memberikan jawaban benar dalam setiap tahapan dari pertanyaan test, bukan sekedar feedback pada akhir test. Saudaramahasiswa untuk lebih mengetahui tentangpenerapan implikasi toeri belajar behavioristik dalam proses pembelajaran, Anda dapat mempelajari link berikut: http://bit.ly/33rAGsa

 

b.    Teori belajar Kognitif dan implikasinya dalam pembelajaran

1)    Pandangan TeoriBelajar Kognitif

Saudaramahasiswa, sekarang kita akan mengkajitentang teori belajar kognitif, setelah sebelumnya kita telah membahas tentang teori belajarbehavioristik. Teori belajarkognitif tentu berbedadengan teori belajar behavioristik. Teori belajar kognitif lebih mementingkan proses belajar dari pada hasilbelajarnya. Para penganutaliran kognitif mengatakan


 

 

bahwa belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulusdan respon. Jika teori belajar behavioristik mempelajari proses belajar sebagai hubungan stimulus-respon, teori belajar kognitif merupakan suatu bentuk teori belajar yang sering disebut sebagai model perseptual. Teori belajar kognitif memandangbahwa tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentangsituasi yang berhubungan dengan tujuan belajarnya. Belajar merupakan perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu dapat terlihat sebagai tingkah laku yang nampak.

Menurutteori kognitif, ilmu pengetahuan dibangundalam diri seseorangmelalui proses interaksiyang berkesinambungan dengan lingkungan. Proses ini tidak, terpisah-pisah, tapi melalui proses yang mengalir,bersambung dan menyeluruh ( Siregar &Hartini, 2010). Menurutpsikologi kognitif, belajardipandang sebagai usaha untuk mangertisesuatu. Usaha itu dilakukan secara aktif oleh peserta didik. Keaktifan itu dapat berupa mencari pengalaman, mencari informasi, memecahkan masalah, mencermati lingkungan, mempratekkan sesuatu untuk mencapai tujuantertentu. Para psikolog kognitif berkeyakinan bahwa pengetahuan yang dimiliki sebelumnya sangat menentukan keberhasilan mempelajari informasi/pengetahuan yang baru.

Teori kognitif juga menekankan bahwa bagian-bagian dari suatu situasi saling berhubungan dengan seluruh kontekssituasi tersebut. Memisah-misahkan atau membagi-bagi situasi/materi pelajaran menjadi komponen-komponen yang kecil-kecil dan mempelajarinya secara terpisah- pisah,akan kehilangan makna. Teori ini berpandangan bahwa belajar merupakansuatu proses internalyang mencakup ingatan,retensi, pengolahan informasi, emosi, dan aspek-aspek kejiwaan lainnya. Belajar merupakan aktifitas yang melibatkan prosesberpikir yang sangatkompleks. Proses belajarterjadi antara lain mencakup pengaturan stimulus yang diterima dan menyesuaikannya denganstruktur kognitif yang sudah dimilikidan terbentuk di dalam pikiran seseorang berdasarkan pemahaman dan pengalaman-pengalaman sebelumnya. Dalam praktek pembelajaran, teori


 

 

kognitif antara lain tampak dalam rumusan-rumusan seperti: “Tahap-tahap perkembangan” yang dikemukakan oleh J. Piaget, Advance organizer oleh Ausubel, Pemahaman konsep oleh Bruner, Hirarkhi belajar oleh Gagne, Webteaching oleh Norman, dan sebagainya. Berikut akan diuraikan lebih rinci beberapa pandangan dari tokoh-tokoh tersebut:

a)        Jean Piaget (1896-1980)

Description: Image result for jean piagetSaudara mahasiswa, tentunya Anda sudahtidak asing lagi dengan tokoh ini bukan? Pemikirannya banyak sekali mewarnai praktik pendidikan yang biasa kita laksanakan. Piaget adalah seorang tokoh psikologi kognitif yang besar pengaruhnya terhadap perkembangan pemikiran para pakar kognitiflainnya. Menurut

Piaget, perkembangan kognitifmerupakan suatu proses genetik, yaitu suatu prosesyang didasarkan atas mekanismebiologis perkembangan sistem syaraf. Dengan makin bertambahnya umur seseorang, maka makin komplekslah susunan sel syarafnyadan makin meningkatpula kemampuannya. Ketika individu berkembang menuju kedewasaan, akan mengalami adaptasibiologis dengan lingkungannya yang akan menyebabkan adanya perubahan-perubahan kualitatif di dalam strukturkognitifnya. Piaget tidak melihat perkembangan kognitif sebagai sesuatu yang dapat didefinisikan secara kuantitatif. Ia menyimpulkan bahwa daya pikir atau kekuatan mentalanak yang berbedausia akan berbedapula secara kualitatif. Collin, dkk (2012) menggambarkan pemikiran Piaget sebagai berikut:


 

 

 

 

 

Menurut Piaget, proses belajar terdiri dari 3 tahap, yakni asimilasi, akomodasi dan equilibrasi (penyeimbangan). Asimilasi adalah proses pengintegrasian informasibaru ke struktur kognitif yang sudah ada. Akomodasi adalah proses penyesuaian struktur kognitif ke dalam siatuasi yang baru. Sedangkanequilibrasi adalah penyesuaian kesinambungan antara asimilasi dan akomodasi (Siregar dan Nara, 2010). Pada umumnya, Apabilaseseorang memperoleh kecakapanintelektual, maka akan berhubungan denganproses mencari keseimbangan antara apa yang mereka rasakan dan mereka ketahui pada satu sisi dengan apa yang mereka lihat suatu fenomena baru sebagai pengalaman atau persoalan. Bila seseorang dalam kondisi sekarangdapat mengatasi situasibaru, keseimbangan merekatidak akan terganggu. Jika tidak, ia harus melakukanadaptasi dengan lingkungannya.

Asimilasi dan akomodasi akan terjadi apabila seseorang mengalami konflik kognitifatau suatu ketidakseimbangan antara apa yang telah diketahui dengan apa yang dilihat atau dialaminya sekarang.Proses ini akanmempengaruhi strutur kognitif. Untuk lebih jelasnya coba Anda perhatikan contoh berikut : dalam pembelajaran matematika seorang anak jika sudah memahami prinsippengurangan maka ketika mempelajari prinsippembagian akan terjadi proses pengintegrasian antara prinsip pengurangan yang sudah dikuasainya dengan prinsip pembagian (informasi baru). Inilah yang disebutproses asimilasi. Jika anak tersebutdiberikan soal-soal


 

 

pembagian, maka situasi ini disebut akomodasi. Artinya, anak tersebutsudah dapat mengaplikasikan atau memakai prinsip-prinsip pembagian dalam situasiyang baru dan spesifik. Bagaimanaapakah Anda sudah memiliki pemahaman tentang konsep asimilasi? Coba renungkan contoh lain sesuai dengan materi yang Anda ajarkan di kelas.

Bagaimana, semakin jelaskah dengan pemaparan dalam kajian ini? Mari kita lanjutkan pembahasan materi ini. Saudaramahasiswa, agar seseorang dapat terus mengembangkan dan menambah pengetahuannya sekaligus menjaga stabilitas mental dalam dirinya, maka diperlukan proses penyeimbangan atau ekuilibrasi. Tanpa proses ekuilibrasi, perkembangan kognitif seseorang akan mengalami gangguandan tidak teratur(disorganized). Hal ini misalnya tampak pada caranya berbicara yang tidak runtut, berbelit-belit, terputus-putus, tidak logis, dan sebagainya. Adaptasi akan terjadijika telah terdapat keseimbangan di dalam strukturkognitif.

Sebagaimana dijelaskan di atas, proses asimilasi dan akomodasi mempengaruhi struktur kognitif. Perubahan struktur kognitif merupakan fungsi dari pengalaman, dan kedewasaan anak terjadi melalui tahap-tahap perkembangan tertentu.Menurut Piaget, proses belajar seseorangakan mengikuti pola dan tahap-tahap perkembangan sesuai dengan umurnya. Pola dan tahap-tahap ini bersifat hirarkhis, artinya harus dilaluiberdasarkan urutan tertentudan seseorang tidak dapat belajarsesuatu yang beradadi luar tahap kognitifnya. Piaget membagi tahap-tahap perkembangan kognitif ini menjadi empat yaitu, tahap sensorimotor (umur 0-2 tahun),tahap praoperasional (umur 2-7/8 tahun), tahap operasional konkret, dan tahap operasional formal. Singkatnya empat tahap tersebut terdapat di skema berikut:


 

 

Tabel 1. Skema Empat Tahap Perkembangan Kognitif Piaget

 

Tahap

Umur

Ciri Pokok Perkembangan

Sensorimotor

0-2 tahun

·   Berdasarkan tindakan

·   Langkah demi langkah

Properasional

2-7/8 tahun

·   Penggunaan simbol/bahasa tanda

·   Konsep intuitif

Operasional konkrit

7/8-11/12 tahun

·   Pakai aturan jelas/logis

·   Revesibel dan kekekalan

Operasional formal

11/12-18 tahun

·   Hipotesis

·   Abstrak

·   Deduktif dan induktif

·   Logis dan probabilitas

 

Untuk mendapatkan pemahamanyang lebih komprehensif terkait teori Thorndike, Anda dapat belajarpada link berikut:http://bit.ly/2qZgFuQ

b)        Description: C:\Users\YOGA 520\Downloads\WhatsApp Image 2019-10-11 at 15.39.38.jpegJerome Bruner (1915-2016)

Saudaramahasiswa, tokoh selanjutnya dalam teori kognitifadalah Jerome Bruner.Beliau adalah seorangpengikut setia teori kognitif, khususnya dalam studi perkembangan fungsi kognitif.Ia menandai perkembangan kognitif manusia sebagaiberikut:

1.  Perkembangan intelektual ditandai dengan adanyakemajuan dalam menanggapi

rangsangan.

2.        Peningkatan pengetahuan tergantung pada perkembangan sistempenyimpanan informasi secara realis.

3.        Perkembangan     intelektual      meliputi      perkembangan     kemampuan berbicara pada diri sendiriatau pada orang lain memaluikata-kata atau


 

 

lambang tentang apa yang akan dilakukan. Hal ini berhubungan dengan kepercayaan pada diri sendiri.

4.        Interaksi secara sistematis antara pembimbing, guru atau orang tua dengan anak diperlukan bagi perkembangan kognitifnya.

5.        Bahasa adalah kunci perkembangan kognitif, karena bahasamerupakan alat komunikasi antara manusia. Untuk memhami konsep-konsep yang ada diperlukan bahasa. Bahasa diperlukan untuk mengkomunikasikan suatu konsep kepada orang lain.

6.        Perkembangan kognitif ditandai dnegan kecakapan untuk mengemukakan beberapa alternatif secara simultan, memilih tindakan yang tepat, dapat memberikan prioritas yang berurutan dalam berbagai situasi.

Brunermengembangkan toerinya yang disebut free discoverylearning. Teori ini menjelaskan bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberi kesempatan kepada peserta didik untukmenemukan suatu aturan (termasuk konsep, toeri, definisi, dan sebagainya) melalui contoh-contoh yang yang menggambarkan (mewakili) aturan yangmenjadi sumbernya. Pesertadidik dibimbig secara induktif untuk mengetahui kebenaran umum.

Pendekatan Bruner terhadap belajar didasarkan pada dua asumsi (Dahar, 2008), asumsi pertama ialah perolehan pengetahuan merupakan suatu proses interkatif. Bruner percaya bahwa orang belajar berinteraksi dengan lingkungannya secara aktif, perubahan tidak hanya terjadi pada lingkungan, tetapi juga dalam orang itu sendiri. Asumsi kedua ialah orang mengkonstruksi pengetahuannya dengan menghubungkan informasi yang masuk dengan informasi yang disimpan sebelumnya.

Brunermenyatakan untuk menjaminkeberhasilan belajar, guru hendaknyajangan menggunakan penyajianyang tidak sesuai dengan tingkatkognitif peserta didik. Menurut Bruner perkembangan kognitif seseorang terjadimelalui tiga tahap yang ditentukan oleh caranya melihatlingkungan, yaitu; enactive, iconic, dan symbolic (Lestari, 2014).


 

 

1)         Tahap enaktif, seseorang melakukanaktivitas-aktivitas dalam upayanyauntuk memahami lingkungan sekitarnya. Artinya, dalammemahami dunia sekitarnya anak menggunakan pengetahuan motorik. Misalnya, melalui gigitan, sentuhan, pegangan, dan sebagainya.

2)         Tahap ikonik, seseorang memahamiobyek-obyek atau dunianyamelalui gambar-gambar dan visualisasi verbal.Maksudnya, dalam memahamidunia sekitarnya anak belajar melaluibentuk perumpamaan (tampil) dan perbandingan (komparasi).

3)         Tahap simbolik, seseorang telah mampu memilikiide-ide atau gagasangagasan abstrak yang sangat dipengaruhi oleh kemampuannya dalam berbahasa dan logika. Dalam memahami dunia sekitarnya anak belajarmelalui simbol-simbol bahasa,logika, matematika, dan sebagainya. Komunikasinya dilakukan dengan menggunakan banyak sistem simbol. Semakin matang seseorang dalam proses berpikirnya, semakin dominan sistem simbolnya. Meskipun begitu tidak berarti ia tidak lagi menggunakan sistem enaktif dan ikonik. Penggunaan media dalam kegiatan pembelajaran merupakan salah satu bukti masih diperlukannya sistem enaktif dan ikonik dalam proses belajar.

 


c)         David Ausubel (1918-2008)

 

Description: C:\Users\YOGA 520\Downloads\WhatsApp Image 2019-10-11 at 15.39.40.jpeg


Saudara mahasiswa, salah satu pakar yang mengemukakan teori belajar kognitif adalah David Paulus Ausubel. Beliau adalah seorangahli psikologi pendidikan yang memberi penekananpada belajar bermaknadan juga terkenaldengan teori belajar bermaknanya.


Struktur kognitif merupakan strukturorganisasional yang ada dalam ingatan seseorang yang mengintegrasikan unsur-unsur pengetahuan yang terpisah-pisah ke dalam suatu unit konseptual. Teori kognitif banyak memusatkan perhatiannya pada konsepsi bahwa perolehan dan retensi


 

 

pengetahuan baru merupakanfungsi dari strukturkognitif yang telah dimilikipeserta didik. Yang palingawal mengemukakan konsepsiini adalah Ausubel. Menurut Ausubel, peserta didik akan belajar dengan baik jika isi pelajaran (instructional content) sebelumnya didefinisikan dan kemudian dipresentasikan dengan baik dan tepat kepada peserta didik (advance orginizer). Dengan demikian, mempengaruhi pengaturan kemajuan belajar peserta didik. Advance orginizer adalah konsep atau informasi umum yang mewadahi semua isi pelajaran yang akan diajarkan kepada peserta didik. Advance orginizer dapatmemberikan tiga macam manfaat, yaitu menyediakan suatu kerangka konseptual untuk materi yang akan dipelajari, berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan antara yang sedang dipelajari dan yang akan dipelajari, dan dapat membantupeserta didik untukmemahami bahan belajar secara lebih mudah. Untuk itu, pengetahuan guru terhadap isi pembelajaran harus sangat baik, dengan demikian ia akan mampu menemukan informasi yang sangat abstrak,umum dan inklusifyang mewadahi apa yang sedang diajarkan. Guru harus memiliki logika berpikir yang baik, agar dapat memilahmateri pembelajaran, merumuskannya dalam rumusan yang singkat dan padat serta mengurutkan materi tersebut dalam struktur yang logis dan mudah dipahami (Siregar & Nara, 2010).

Ausubelmengklasifikasikan belajar dalam dua dimensi,yaitu: dimensi pertama berhubungan dengan cara informasi atau materi pelajaran yang disajikan pada peserta didik melalui penerimaan atau penemuan. Dimensikedua menyangkut cara bagaimana pesertadidik dapat mengaitkan informasi tersebut pada struktur kognitif yang telah ada (Dahar, 2006). Informasi yang dikomunikasikan pada peserta didik dalam bentuk belajar penerimaa yang menyejikan informasi itu dalam bentuk final ataupun dalambentuk belajar penemuanyang mengharuskan pesertadidik untuk menemukan sendiri materi yang akan diajarkan. Dan pada tingkatan kedua, peserta didik mengaitkan informasiitu pada pengetahuan yang dimilikinya, hal inilah yang dinamakan dengan belajar bermakna.


 

 

2)    Implikasi Teori Kognitifdalam Kegiatan Pembelajaran

Teorikognitif menekankan pada proses perkembangan peserta didik. Meskipunproses perkembangan pesertadidik mengikuti urutan yang sama, namun kecepatan dan pertumbuhan dalam proses perkembangan itu berbeda. Dalam proses pembelajaran, perbedaan kecepatan perkembangan mempengaruhi kecepatan belajar peserta didik, oleh sebab itu interaksi dalam bentuk diskusi tidak dapat dihindarkan. Pertukaan gagasan menjadi tanda bagi perkembangan penalaran peserta didik. Perlu disadari bahwa penalaran bukanlah sesuatu yang dapat diajarkan secara langsung, namun perkembangannya dapat disimulasikan.

Hakekatbelajar menurut teori kognitif dijelaskan sebagai suatu aktifitas belajar yang berkaian dengan penataan informasi, reorganisasi perseptual, dan proses internal. Kegiatan pembelajaran yang berpijak pada teori belajar kognitif ini sudah banyak digunakan. Dalam merumuskan tujuan pembelajaran, mengembangkan strategi dan tujuan pembelajaran, tidak lagi mekanistik sebagaimana yang dilakukan dalam pendekatan behavioristik. Kebebasan dan keterlibatan peserta didik secara aktif dalam proses belajaramat diperhitungkan, agar belajar lebih bermakna bagi peserta didik. Sedangkan kegiatanpembelajarannya mengikuti prinsip-prinsip sebagai berikut:

a)         Peserta didik bukan sebagaiorang dewasa yang mudah dalam proses berpikirnya

b)         Anak usia para sekolah dan awal sekolah dasar akan dapat belajar dengan baik, terutama jika menggunakan benda-bendakonkrit.

c)         Keterlibatan peserta didik secara aktif dalam belajar amat dipentingkan, karena hanya dengan mengaktifkan pesertadidik maka proses asimilasi dan akomodasi pengetahuan dan pengalaman dapat terjadi dengan baik.

d)         Untuk menarik minat dan meningkatkan retensibelajar perlu mengkaitkan pengalaman atau informasibaru dengan setrukturkognitif yang telah dimiliki si belajar.


 

 

e)         Pemahaman dan retensi akan meningkat jika materi pelajarandisusun dengan menggunakan pola atau logika tertentu, dari sederhana ke kompleks.

f)          Belajar memahami akan lebih bermakna dari pada belajarmenghafal. Agar bermakna, informasi baru harus disesuaikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dimiliki peserta didik. Tugas guru adalah menunjukkan hubungan antara apa yang sedang dipelajari dengan apa yang telah diketahui peserta didik.

g)         Adanya perbedaan individual pada diri pesertadidik perlu diperhatiakan, karena faktor ini sangat mempengaruhi keberhasilan belajar peserta didik. Perbedaan tersebut misalnya pada motivasi, persepsi,kemampuan berpikir, pengetahuan awal, dan sebagainya.

Seperti yang dijelaskan sebelumnya, bahwasanya dalam teori belajaryang dikembangkan oleh bruner melalui 3 tahap, yaitu tahap enaktif, tahap ikonik dan tahap simbolik. Ketiga tahapan ini dilakukan pada kegiatan inti pembelajaran. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Lestari (2014) menerapanteori Bruner untuk meningkatkan hasil belajar pesertadidik pada pembelajaran simetri lipat, menerapkan 3 tahapan kegiatan pembelajaran, yaitu tahap awal, tahap inti, dan tahap akhir. Strategi ini dipilih karena dipandangdapat mengoptimalisasikan interaksisemua unsur pembelajaran. Penerapan teori Bruner dalam pembelajaran dapat menjadikan pesertadidik lebih mudah dibimbing dan diarahkan. Adapun tahapan dalam teori Bruner sebagai berikut: 1) tahap enaktif; pada tahap ini pengetahuan dipelajari secara aktif dengan menggunakan bendabenda konkret atau dengan menggunakan situasi nyata, 2) tahap ikonik; pada tahapa ini pengetahuan dipresentasikan dalam bentuk bayanganvisual atau gambar yang menggambarkan kegiatan konkret yang terdapat pada tahap enaktif, dan 3) tahap simbolik; pada tahap ini pengetahuan dipresentasikan dalam bentuk simbol-simbol. Kemampuan guru dalam merencanakan dan melaksanakan pembelajaran yang sesuai dengan perkembangan intelekstual peserta didik


 

 

sangat menetukan untuk dapat tidaknyasuatu konsep dipelejari dan dipahami pesertadidik.

Terdapat dua fase dalam menerapkan teori belajar Ausubel(Sulaiman, 1988), yaitu:

1)         Fase perencanaan

a)         Menetapkan Tujuan Pembelajaran, tahapanpertama dalam kegiatan perencanaan adalah menetapkan tujuan pembelajaran. Model Ausubelini dapat digunakanuntuk mengajarkan hubungan antara konsep-konsep dan generalisasi-generalisasi. Model Ausubeltidak dirancang untuk mengajarkan konsepatau generalisasi, melainkan untuk mengajarkan “Organized bodies of content yang memuat bermacam konsep dan generalisasi.

b)         Mendiagnosis latar belakang pengetahuan peserta didik, model Ausubel ini meskipun dirancang untuk mengajarkan hubungan antar konsep-konsep dan generalisasi-generalisasi dan tidak untuk mengajarkan bentuk materi pengajaran itu sendiri, tetapi cukup fleksibeluntuk dipakai mengajarkan konsep dan generalisasi, dengan syarat guru harus menyadari latar belakang pengetahuan peserta didik, Efektivitas penggunaan model ini akan sangat tergantung pada sensitivitas guru terhadap latar belakang pengetahuan peserta didik, pengalaman peserta didik dan struktur pengetahuan peserta didik. Latar belakang pengetahuan peserta didik dapat diketahui melaluipretes, diskusi atau pertanyaan.

c)         Membuat struktur materi, membuatstruktur materi secara hierarkis merupakan salah satu pendukung untuk melakukanrekonsiliasi integratif dari teori Ausubel.

d)         Memformulasikan Advance Organizer. Advance organizerdapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: 1) mengkaitkan atau menghubungkan materi pelajaran dengan struktur pengetahuan


 

 

peserta didik. 2) mengorganisasikan materi yang dipelajari peserta didik

2)         Fase pelaksanaan

Setelahfase perencanaan, guru menyiapkan pelaksanaan dari model Ausubel ini. Untuk menjaga agar peserta didik tidak pasif miaka guru harus dapat mempertahankan adanya interaksi dengan peserta didik melalui tanya jawab, membericontoh perbandingan dan sebaginya berkaitan dengan ide yang disampaikan saat itu Guru hendaknya mulai dengan advance organizer dan menggunakannya hingga akhir pelajaran sebagai pedoman untuk mengembangkan bahan pengajaran. Langkah berikutnya adalah menguraikan pokok- pokok bahan menjadi lebih terperinci melalui diferensiasi progresif. Setelah guru yakin bahwa peserta didik mengerti akan konsep yang disajikan maka ada dua pilihanlangkah berikutnya yaitu: 1) Menghubungkan atau membandingkan konsep-konsep itu melalui rekonsiliasi integrative dan 2) Melanjutkan dengan difernsiasi progresifsehingga konsep tersebutmenjadi lebih luas. Untuk mempelajari lebih dalam tentangimplikasi teori kognitifdalam pembelajaran anda dapat mengakses link: http://bit.ly/36Jzwu3

 

c.    Teori belajar Konstruktivistik dan implikasinya dalam pembelajaran

1)    Pengertian Belajar MenurutPandangan Konstruktivistik

Saudara mahasiswa, teori belajar konstruktivistik memahami belajar sebagai proses pembentukan (kontruksi) pengetahuan oleh peserta didik itu sendiri. Pengetahuan ada di dalam diri seseorang yang sedang mengetahui (Schunk,1986). Dengan kata lain, karenapembentukan pengetahuan adalahpeserta didik itu sendiri, pesertadidik harus aktif selama kegiatanpembelajaran, aktif berpikir, menyusun kosep, dan memberi maknatentang hal-hal yang sedang dipelajari, tetapi yang paling menentukan terwujudnya gejala belajar adalahniat belajar pesertadidik itu sendiri.Sementara peranan guru dalam belajar konstruktivistik adalah membantu agar proses


 

 

pengkonstruksian pengetahuan oleh peserta didik berjalan lancar. Guru tidak mentransfer pengetahuan yang telah dimilikinya, melainkan membantu peserta didik untuk membentuk pengetahuannya sendiri dan dituntut untuk lebih memahamijalan pikiran atau cara pandangpeserta didik dalambelajar.

Ciri-ciri belajar konstruktivisme yang dikemukakan oleh Driver dan Oldhan (1994) adalah sebagai berikut:

a)        Orientasi, yaitu peserta didik diberik kesempatan untuk mengembangkan motivasidalam mempelajari suatu topik denganmemberi kesempatan melakukan observasi.

b)        Elitasi, yaitu peserta didik mengungkapkan idenya denegan jalanberdiskusi, menulis, membuat poster, dan lain-lain.

c)         Restrukturisasi ide, yaitu klarifikasi ide dengan ide orang lain, membangun ide baru, mengevaluasi ide baru.

d)        Penggunaan ide baru dalam setiap situasi,yaitu ide atau pengetahuan yang telah terbentukperlu diaplikasikan pada bermacam-macam situasi.

e)         Review, yaitu dalam mengapliasikan pengetahuan, gagasan yang ada perlu direvisi dengan menambahkan atau mengubah

Paradigma konstruktivistik memandang pesertadidik sebagai pribadiyang sudah memilikikemampuan awal sebelummempelajari sesuatu. Kamampuanawal tersebut akan menjadi dasar dalam mengkonstruksi pengetahuan yang baru. Oleh sebab itu meskipunkemampuan awal tersebut masih sangat sederhana atau tidak sesuai dengan pendapat guru, sebaiknya diterima dan dijadikan dasar pembelajaran dan pembimbingan. Peranankunci guru dalam interaksi pedidikanadalah pengendalian yang meliputi;

1)         Menumbuhkan kemandirian dengan menyediakan kesempatan untuk megambil keputusan dan bertindak.


 

 

2)          Menumbuhkan kemampuan mengambil keputusandan bertindak, denganmeningkatkan pengetahuan dan keterampilan pesertadidik.

3)          Menyediakan sistem dukungan yang memberikan kemudahan belajar agar peserta didik mempunyai peluang optimal untukberlatih.

Pandangan konstruktivistik mengemukakan bahwa lingkungan belajar sangat mendukung munculnya berbagai pandangan dan interpretasi terhadap realitas, konstruksi pengetahuan, serta aktivitas-aktivitas lain yang didasarkan pada pengalaman. Hal ini memunculkan pemikiran terhadap usaha mengevaluasi belajar konstruktivistik.

Pandangan konstruktivistik mengemukakan bahwa realitas ada pada pikiran seseorang. Manusia mengkonstruksi dan menginterpretasikannya berdasarkan pengalamannya. Konstruktivistik mengarahkan perhatiannya pada bagaimana seseorangmengkonstruksi pengetahuan dari pengalamannya, strukturmental, dan keyakinanyang digunakan untukmenginterpretasikan obyek dan peristiwa. Pandangankonstruktivistik mengakui bahwa pikiran adalah instrumen pentingdalam menginterpretasikan kejadian, obyek, dan pandangan terhadap dunia nyata, di mana interpretasi tersebut terdiri dari pengetahuan dasar manusia secara individual.

Teori belajar konstruktivistik mengakui bahwa peserta didik akan dapat menginterpretasi-kan informasi ke dalam pikirannya, hanya pada konteks pengalaman dan pengetahuan mereka sendiri, pada kebutuhan, latarbelakang dan minatnya.Guru dapat membantupeserta didik mengkonstruksi pemahamanrepresentasi fungsi konseptual dunia eksternal. Jika hasil belajardikonstruksi secara individual, bagaimana mengevaluasinya?

Evaluasi belajar pandangankonstruktivistik menggunakan goal-free evaluation, yaitu suatu konstruksi untuk mengatasi kelemahan evaluasi pada tujuanspesifik. Evaluasi akan lebih obyektifjika evaluator tidak diberi


 

 

informasi tentang tujuan selanjutnya. Jika tujuan belajar diketahui sebelum proses belajar dimulai, proses belajar dan evaluasinya akan berat sebelah. Pemberiankriteria pada evaluasimengakibatkan pengaturan pada pembelajaran. Tujuan belajar mengarahkan pembelajaran yang juga akan mengontrol aktifitas belajar peserta didik.

Pembelajaran dan evaluasi yang menggunakan kriteria merupakan prototipe obyektifis/behavioristik, yang tidak sesuai bagi teori konstruktivistik. Hasil belajar konstruktivistik lebih tepat dinilai dengan metode evaluasi goal-free. Evaluasi yang digunakan untuk menilai hasil belajarkonstruktivistik, memerlukan proses pengalaman kognitifbagi tujuan-tujuan konstruktivistik. Beberapa hal pentingtentang evaluasi dalam aliran konstruktivistik (Siregar & Nara, 2010), yaitu: diarahkan pada tugas- tugas autentik, mengkonstruksikan pengetahuan yang menggambarkan proses berpikir yang lebih tinggi,mengkonstruksi pengalaman pesertadidik, dan mengarhkan evaluasi pada konteks yang luas dengan berbagai perspektif.

a) Pengetahuan Menurut Lev Vygotsky (1896-1934).

Description: C:\Users\YOGA 520\Downloads\WhatsApp Image 2019-10-11 at 15.44.02.jpegSaudara mahasiswa, Lev Vygotsky merupakantokoh dari teori belajar konstruktivistik yang menekankan bahwamanusia secara aktif menyusun pengetahuan dan memiliki fungsi-fungsi mental serta memiliki koneksi social. Beliau berpendapat bahwa manusia mengembangkan konsep yang

sistematis,logis dan rasionalsebagai akibat dari percakapan denganseorang yang dianggapahli disekitarnya. Jadi dalam teori ini orang lain (social)dan bahasa memegang peranan penting dalam perkembangan kognitif manusia.Teori belajar kokonstruktivistik merupakan teori belajaryang di pelopori oleh Lev Vygotsky. Teori belajar ko-kontruktinvistik atauyang sering disebutsebagai teori belajarsosiokultur merupakan teori belajar yang titik tekan utamanya adalahpada  bagaimana  seseorang belajar dengan


 

 

bantuan orang lain dalam suatu zona keterbatasan dirinya yaitu Zona Proksimal Developmen (ZPD) atau Zona Perkembangan Proksimal dan mediasi. Di mana anak dalam perkembangannya membutuhkan orang lain untuk memahami sesuatudan memecahkan masalahyang dihadapinya.

Teoriyang juga disebutsebagai teori konstruksi sosial ini menekankan bahwa intelegensi manusiaberasal dari masyarakat, lingkungan dan budayanya. Teori ini juga menegaskan bahwa perolehan kognitif individuterjadi pertama kali melalui interpersonal (interaksi dengan lingkungan sosial) intrapersonal (internalisasi yang terjadi dalam diri sendiri). Vygotsky berpendapat bahwa menggunakan alat berfikir akan menyebabkan terjadinya perkembangan kognitifdalam diri seseorang.

Inti dari teori belajar konstruktivistik ini adalah penggunaan alat berfikir seseorang yang tidak dapat dilepaskan dari pengaruh lingkungan sosial budayanya. Lingkungan sosial budaya akan menyebabkan semakin kompleksnya kemampuan yang dimiliki oleh setiap individu. Dengan kata lain bahwa peserta didik itu sendiri yang harus secara pribadi menemukan dan menerapkan informasi kompleks, mengecekinformasi baru dibandingkan dengan aturan lama dan memperbaiki aturan itu apabilatidak sesuai lag. Teori belajar ini menekankan bahwa perubahan kognitif hanya terjadi jika konsepsi-konsepsi yang telah dipahami diolah melalui suatu proses ketidakseimbangan dalam upaya memakaiinformasi-informasi baru. Teori belajar ini meliputitiga konsep utama,yaitu 1) hukum genetik tentangperkembangan, 2) Zona perkembangan proksimal dan 3) mediasi. Untuk lebih memahami tentang kajian tersebut mari kita kaji satu persatu.

1)       Hukum Genetik tentangPerkembangan

Perkembangan menurut Vygotsky tidak bisa hanya dilihat dari fakta-fakta atau keterampilan-keterampilan, namun lebih dari itu, perkembangan seseorang melewati dua tataran. Tataransosial dan tataranpsikologis. Di mana tataran sosial dilihat dari tempat terbentuknya lingkungan sosial seseorang dan tataran psikologis yaitu dari dalam diri orang yang bersangkutan. Teoriini menenpatkan


 

 

lingkungan sosial sebagaifaktor primer dan konstitutif terhadappembentukan pengetahuan serta perkembangan kognitifseseorang. Fungsi-fungsi mental yang tinggi dari seseorang diyakini muncul dari kehidupan sosialnya. Sementaraitu, lingkungan sosial dipandang sebagai derivasi atau turunan yang terbentuk melalui penguasaan dan internalisasi terhadapproses-proses sosial tersebut,hal ini terjadi karena anak baru akan memahami makna dari kegiatan sosial apabila telah terjadi proses internalisasi. Oleh sebab itu belajar dan berkembang satu kesatuan yang menentukan dalam perkembangan kognitif seseorang. Vygotsky meyakinibahwa kematangan merupakanprasyarat untuk kesempurnaan berfikir namun demikiania tidak yakin bahwa kematangan yang terjadi secara keseluruhan akan menentukan kematangan selanjutnya.

2)    Zona Perkembangan Proksimal

Saudaramahasiswa, zona Perkembangan Proksimal atau Zona Proximal Development (ZPD) merupakan konsep utama yang paling mendasar dari teori belajarkokonstruktivistik Vygotsky. Dalam Luis C. Moll (1993: 156-157), Vygotsky berpendapat bahwa setiap anak dalam suatudomain mempunyai ‘level perkembangan aktual’yang dapat dinilaidengan menguji secara individual dan potensi terdekatbagi perkembangan domain dalam tersebut.Vygotsky mengistilahkan perbedaanini berada di antara dua level Zona Perkembangan Proksimal, Vygotsky mendefinisikan Zona Perkembangan Proksimal sebagai jarak antara level perkembangan aktual seperti yang ditentukan untuk memecahkan masalahsecara individu dan level perkembangan potensial seperti yang ditentukan lewat pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau dalam kolaborasi dengan teman sebaya yang lebih mampu.

Vygotsky mengemukakan ada empat tahapan ZPD yang terjadidalam perkembangan dan pembelajaran (Schunk, 1986), yaitu :


 

 

Tahap 1 : Tindakan anak masih dipengaruhi atau dibantu orang lain.

Tahap 2 : Tindakan anak yang didasarkan atas inisiatif sendiri. Tahap 3          :               Tindakan                anak     berkembang     spontan    dan terinternalisasi.

Tahap 4 : Tindakan anak spontan akan terus diulang-ulang hingga anak siap untuk berfikir abstrak.

Pada empat tahapan ini dapat disimpulkan bahwa. Seseorang akan dapat melakukan sesuatu yang sebelumnya tidak bisa dia lakukan dengan bantuan yang diberikan oleh orang dewasa maupun temansebayanya yang lebihberkompeten terhadap hal tersebut.

3)    Mediasi

Saudara mahasiswa, mediasimerupakan tanda-tanda atau lambang yang digunakan seseorang untuk memahami sesuatu di luar pemahamannya. Ada dua jenis mediasiyang dapat mempengaruhi pembelajaran yaitu, (1) tema mediasisemiotik di mana tanda-tanda atau lambang-lambang yang digunakan seseorang untuk memahami sesuatu diluar pemahamannya ini didapat dari hal yang belum ada di sekitarkita, kemudian dibuat oleh orang yang lebih faham untuk membantu mengkontruksi pemikiran kita dan akhirnya kita menjadi faham terhadap hal yang dimaksudkan; (2) Scafholding di mana tanda-tanda atau lambang-lambang yang digunakan seseoranguntuk memahami sesuatudi luar pemahamannya ini didapat dari hal yang memang sudah ada di suatu lingkungan, kemudian orang yang lebih faham tentang tanda-tanda atau lambang-lambang tersebutakan membantu menjelaskan kepada orang yang belum faham sehingga menjadifaham terhadap hal yang dimaksudkan.

Berdasarkan teori Vygotsky dapat disimpulkan beberapa hal yang perlu untuk diperhatikan dalam proses pembelajaran, yaitu :

a)    Dalam kegiatan pembelajaran hendaknyaanak memperoleh kesempatan yang luas untuk


 

 

mengembangkan zona perkembangan proksimalnya atau potensinya melalui belajar dan berkembang.

b)     Pembelajaran perlu dikaitkan dengan tingkat perkembangan potensialnya dari pada perkembangan aktualnya.

c)     Pembelajaran lebih diarahkan pada penggunaan strategiuntuk mengembangkan kemampuanintermentalnya daripada kemampuan intramentalnya.

d)     Anak diberikan kesempatan yang luas untuk mengintegrasikan pengetahuan deklaratif yang telahdipelajarinya dengan pengetahuan prosedural untuk melakukantugas-tugas dan memecahkan masalah

e)     Proses Belajar dan pembelajaran tidak sekedar bersifat transferal tetapi lebih merupakan ko-konstruksi

Dalam teori belajar kokonstruktivistik ini, pengetahuan yang dimiliki seseorangberasal dari sumber-sumber sosial yang terdapatdi luar dirinya.Untuk mengkonstruksi pengetahuan, diperlukan peranan aktifdari orang tersebut.Pengetahuan dan kemampuantidak datang dengansendirinya, namun harus diusahakan dan dipengaruhi oleh orang lain.Prinsip-prinsip utama teoribelajar konstruktivistik yang banyak digunakan dalam pendidikan adalah; a) pengetahundibangun oleh pesertadidik secara aktif,b) tekanan prosesbelajar mengajar terletakpada peserta didik,c) mengajar adalah membantu pesertadidik, d) tekanandalam proses belajardan bukan pada hasil belajar,e) kurikulum menekankan pada partisipasi pesertadidik dan f) guru adalahfasilitator. Dapat disimpulkan bahwa dalam teori belajar konstruktivistik,

proses belajar tidak dapat dipisahkan dari aksi (aktivitas) dan interaksi, karena persepsi dan aktivitas berjalan seiring secara dialogis. Belajar merupakan proses penciptaan makna sebagai hasil dari pemikiranindividu melalui interaksi dalam suatu konteks sosial. Dalam hal ini, tidak ada perwujudandari suatu kenyataanyang dapat dianggaplebih


 

 

baik atau benar. Vygotsky percaya bahwa beragam perwujudan dari kenyataan digunakan untuk beragamtujuan dalam konteksyang berbeda-beda. Pengetahuan tidak dapat dipisahkan dari aktivitas di mana pengetahuan itu dikonstruksikan, dan di mana makna diciptakan, serta dari komunitas budaya di mana pengetahuan didiseminasikan dan diterapkan. Melaluiaktivitas, interaksi sosial,tersebut penciptaan makna terjadi.

 

 

2)    Implikasi Teori Belajar konstruktivistik dalam Pembelajaran

Saudara mahasiswa dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa implikasi teori konstruktivistik jika dikaitkan dengan pembelajaran proses pembelajaran modern adalah berkembangnya pembelajaran dengan web (web learning) dan pembelajaran melaluisocial media (social media learning). Smaldino, dkk (2012) menyatakan bahwa pembelajaran pada abad ke 21 telah banyakmengalami perubahan, intergrasi internet dan socialmedia memberikan perspektif baru dalam pembelajaran.

Pembelajaran dengan social media memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk berinteraksi, berkolaborasi, berbagi informasi dan pemikiran secara bersama. Sama halnya dengan pembelajaran melalui social media,pembelajaran melaluiweb juga memberikan kesempatan kepada pesertadidik untuk melengkapi satu atau lebih tugas melaluijaringan internet. Selain itu juga dapat melakukan pembelajaran kelompok dengan menggunakan fasilitasinternet seperti google share. Model pembelajaran melalui web maupun social media ini sejalan dengan teori konstruktivistik, dimana peserta didik adalah pembelajar yang bebas yang dapat menentukan sendiri kebutuhan belajarnya.

Beberapa implikasi teori konstruktivistik dalam pembelajaran adalahsebagai berikut :

a.       Kurikulum disajikan mulai dari keseluruhan menuju ke bagian- bagian dan lebih mendekatkan kepada konsep-konsep yang lebih luas


 

 

b.      Pembelajaran lebih menghargai pada pemunculan pertanyaan dan ide-ide pesertadidik

c.       Kegiatan kurikuler lebih banyak mengandalkan pada sumber- sumberdata primer dan manipulasi bahan

d.      Peserta didik dipandang sebagaipemikir-peikir yang dapatmemunculkan teori-teori tentang dirinya.

e.       Pengukuran proses dan hasil belajar peserta didik terjalin di dalam kesatuan kegiatan pembelajaran, dengan cara guru mengamati hal- hal yang sedang dilakukan peserta didik, serta melalui tugas-tugas pekerjaan

f.        Peserta didik-peserta didik banyabelajar dan beerjadi dalam group proses

g.       Memandang pengetahuan adalah non objektif, berifat temporer, selalu berubah, dan tidak menentu

h.       Belajar adalah penyusunan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah menata lingkungan agar peserta didik termotivasi dalam menggali makna

Saudaramahasiswa, untuk mempelajari lebih dalam tentangimplikasi teori belajarkonstruktivistik dalam pembelajaran anda dapat mengakses link: http://bit.ly/2NmpiZ0

 

d. Teori belajarHumanistik dan implikasinya dalam pembelajaran

1)    Pengertian BelajarMenurut Teori BelajarHumanistik

Saudara mahasiswa, teori yang terakhir akan kita kaji dalam modul ini adalah teori belajarhumanistik yang juga penting untuk dipahami. Menurutteori humanistik, prosesbelajar harus dimulaidan ditujukan untukkepentingan memanusiakan manusiaitu sendiri. Oleh sebab itu, teori belajarhumanistik sifatnya lebih abstrak dan lebih mendekati bidang kajian filsafat, teori kepribadian, dan psikoterapi, dari pada bidangkajian psikologi belajar.Teori humanistik sangat mementingkan isi yang dipelajari dari pada proses belajar itu sendiri. Teori belajar ini lebih banyak berbicara tentang konsep-


 

 

konsep pendidikan untuk membentuk manusia yang dicita-citakan, serta tentang prosesbelajar dalam bentuknya yang paling ideal.Dengan kata lain,teori ini lebih tertarik pada pengertian belajardalam bentuknya yang paling idealdari pada pemahamantentang proses belajarsebagaimana apa adanya,seperti yang selamaini dikaji oleh teori-teori belajarlainnya.

Dalam pelaksanaannya, teori humanistik ini antara lain tampak juga dalam pendekatan belajar yang dikemukakan oleh Ausubel. Pandangannya tentangbelajar bermakna atau “Meaningful Learning” yang juga tergolong dalam aliran kognitif ini, mengatakan bahwa belajar merupakan asimilasi bermakna. Materi yang dipelajari diasimilasikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dimilikisebelumnya. Faktor motivasidan pengalaman emosional sangat penting dalam peristiwa belajar, sebab tanpa motivasi dan keinginandari pihak si belajar, maka tidak akan terjadi asimilasipengetahuan baru ke dalam strukturkognitif yang telahdimilikinya. Teori humanistik berpendapat bahwa teori belajar apapundapat dimanfaatkan, asal tujuannya untukmemanusiakan manusia yaitu mencapai aktualisasi diri, pemahaman diri, serta realisasi diri orang yang belajar, secara optimal.

Pemahaman terhadap belajar yang diidealkan menjadikan teori humanistik dapat memanfaatkan teori belajar apapun asal tujuannya untuk memanusiakan manusia. Hal ini menjadikan teori humanistik bersifatsangat eklektik. Tidak dapat disangkal lagi bahwa setiappendirian atau pendekatan belajar tertentu, akan ada kebaikan dan ada pula kelemahannya. Dalam arti ini eklektisisme bukanlah suatu sistem dengan membiarkan unsur-unsur tersebut dalam keadaansebagaimana adanya atau aslinya. Teori humanistik akan memanfaatkan teori-teori apapun, asal tujuannyatercapai, yaitu memanusiakan manusia (Siregar & Nara, 2010).

Dari penalaran di atas ternyata bahwa perbedaan antara pandangan yang satu dengan pandangan yang lain sering kali hanya timbul karena perbedaan sudut pandangan semata, atau kadang-kadang hanya perbedaan aksentuasi. Jadi keterangan atau pandangan yang berbeda-beda itu hanyalah


 

 

keterangan mengenai hal yang satu dan sama dipandang dari sudut yang berlainan. Dengan demikian teori humanistik dengan pandangannya yang eklektik yaitu dengan cara memanfaatkan atau merangkumkan berbagai teori belajar dengan tujuan untuk memanusiakan manusiabukan saja mungkin untuk dilakukan, tetapi justru harus dilakukan. Banyak tokoh penganut aliran humanistik, di antaranya adalahKolb yang terkenaldengan “Belajar Empat Tahap”, Honey dan Mumford dengan pembagian tentang macam-macam pesertadidik, Hubermas dengan “Tiga macam tipe belajar”, serta Bloom dan Krathwohl yang terkenal dengan “Taksonomi Bloom”. Berikut akan kita kaji pandangan dari beberapa tokoh tersebut.

a)        Pandangan David A. Kolb terhadap Belajar

Description: C:\Users\YOGA 520\Downloads\WhatsApp Image 2019-10-11 at 16.31.09.jpegKolb membagikan tahapan belajar menjadiempat tahap (Siregar& Nara 2010), yaitu: 1) Pengalaman konkrit, pada tahapini peristiwa belajaradalah seseorang mampu atau dapat mengalami

suatu peristiwa atau suatu kejadiansebagaima adanya. Akan tetapi ia hanya mengalami kajdian tersebut, tanpa mengerti kenapa dan bagaimana suatu kejadian harus terjadi seperti itu. 2) Pengamatan aktif dan reflektif, bahwa seseorang makin lama akan semakin mampu melakukan observasi secara aktif terhadapperistiwa yang dialaminya. Ia mulai berusahamencari jawaban dari kejadian tersebut dan memahami kejadian tersebut, dengan mengembangkan pertanyaan pertanyaan bagaimana hal itu bisa terjadi. 3) Konseptualisasi, peristiwa belajar adalah seseorang sudah mulai berupaya untuk membuatabstraksi, mengembangkan suatu teori, konsep,atau hukum dan prosedur tentangsesuatu yang menjadiobyek perhatiannya. Pada tahap ini, diaharapkan peserta didik mampu membuat peraturan-peraturan umum (generalisasi) dari berbagai contoh kejadian yang meskipun berbeda-beda tetapi mempunyai landasanyang sama. 4) Eksperimen aktif, peristiwa belajaradalah melakukan eksperimentasi secara aktif. Pada tahap ini seseorang sudah mampu mengaplikasikan konsep-konsep, teori-teori atau


 

 

aturan-aturan ke dalam situasi nyata. Berfikir deduktif banyak digunakan untuk mempraktekkan dan menguji teori-teori serta konsep-konsep di lapangan. Ia tidak lagi mempertanyakan asal usul teori atau suatu rumus, tetapi ia mampu menggunakan teori atau rumus-rumus tersebut untuk memecahkan masalah yang dihadapinya, yang belum pernah ia jumpai sebelumnya.

MenurutKolb, siklus belajarsemacam ini terjadisecara bekesinambungan dan diluar kesadaranseseorang yang belajar.Secara teoretis tahap-tahap belajar tersebut memang dapat dipisahkan, namun dalam kenyataannya proses peralihan dari satu tahap ke tahap belajar di atasnyasering kali terjadibegitu saja sulit untuk ditentukan kapan terjadinya.

b)        Pandangan Peter Honey dan Alan Mumfordterhadap Belajar

Berdasarkan teori Kolb, Honey dan Mumfordmenggolongkan peserta didik atas empat tipe (Siregar & Nara, 2010), yaitu sebagai berikut:

1)       Peserta didik tipe aktivis,yaitu peserta didik yang cenderungmelibatkan diri pada dan berpartisipasi aktif dengan berbagaikegiatan, dengan tujuan mendapatkan pengalaman-pengalaman baru. Tipe ini, cenderung berpikiran terbuka, suka berdiskusi, mudahdiajak berdialog, menghargai pendapat orang lain.Mereka menyukai metode-metode pembelajaran yang mampu mendorong menemukan hal-hal baru, seperti problem solving dan brainstorming.

2)       Peserta didik tipe reflektor, tipe ini cenderungberhati hati mengambil langkah dan penuh pertimbangan. Dalam mengambil keputusan cenderungkonservatif, maksudnya mereka sangat mempertimbangkan baik-buruk dan untung rugi, selaludiperhitungkan dengan cermat dalam memtuskan sesuatu.

3)       Peserta didik tipe teoris,tipe ini biasanyasangat kritis, suka menganalisis, selalu berfikir rasional menggunakan penalarannya. Segala pendapat pendapatharus berlandaskan dengan teori sehingga.Mereka tidak menyukai penilaianyang bersifat subyektif.


 

 

Dalam melakukan atau memutuskan sesuatu,kelompok teoris penuh dengan pertimbangan, sangat skeptis dan tidak menyukai hal-hal yang bersifat spekulatif.

4)       Peserta didik tipe pragmatis, tipe ini menaruhperhatian besar terhadap aspek-aspek praktis dalam segala hal, mereka tidak suka bertele-tele dalam membahas aspek toeritis-filosofis dari sesuatu. Bagi mereka, sesuatu dikatakan ada gunanya dan baik hanya jika bisa dipraktikkan.

c)         Pandangan Jurgen Hubermas terhadapBelajar

Menurut Hubermas, belajar sangat dipengaruihi oleh interaksi, baik lingkungan ataupun dengan sesama. Hubermas membagi tiga macam tipe belajar (Siregar & Nara, 2010), yaitu:

1)         Technical learning (belajar teknis)

Peserta didik belajar berinteraksi dengan alam alam sekelilingnya. Pengetahuan dan keterapilan apa yang dibutuhkan dan perlu dipelajari agar mereka dapat menguasai dan mengelola lingkungan alam sekitarnya dengan baik. oleh seba itu, imu-ilmu alam atau sains amat dipentingkan dalam belajar teknis.

2)         Practical elarning (belajar praktis)

Belajar praktis adalah belajar bagaimanaseseorang dapat berinteraksi dengan lingkungan sosialnya, yaitu dengan orang-orang di sekelilingnya dengan baik. kegiatanbelajar ini lebihmengutamakan terjadinya interaksiyang harmonis antar sesama manusia. Untuk itu bidang-bidang ilmu yang berhubungan dengan sosiologi, komunikasi, psikologi, antrophologi, dan semacamnya, amat diperlukan. mereka percaya bahwa pemahaman dan ketrampilan seseorang dalam mengelola lingkungan alamnya tidak dapat dipisahkan dengankepentingan manusia pada umumnya. Oleh sebab itu, interaksi yang benar antara individu dengan lingkungan alamnya hanya akan tampak dari kaitan atau relevansinya dengan kepentingan manusia.


 

 

3)         Emancpatory learning (belajar emansipatori)

Belajar emansipatoris menekankan upaya agar seseorang mencapai suatu pemahaman dan kesadaranyang tinggi akan terjadinya perubahan atau transformasi budaya dalam lingkungan sosialnya. Dengan pengertian demikian maka dibutuhkan pengetahuan dan ketrampilan serta sikap yang benar untuk mendukung terjadinya transformasi kultural tersebut.Untuk itu, ilmu-ilmuyang berhubungan dengan budaya dan bahasa amat diperlukan. Pemahamandan kesadaran terhadaptransformasi kultural inilahyang oleh Habermas dianggap sebagai tahap belajar yang paling tinggi, sebab transformasi kultural adalah tujuan pendidikan yang paling tinggi.

d)        Pandangan Benjamin Samuel Bloom (1913-1999) dan David Krathwohl(1921-2016) terhadap Belajar.

Bloom dan Krathwohl menekankan perhatiannya pada apa yang mesti dikuasai individu (sebagai tujuab belajar), setelah melalui peristiwa- peristiwa belajar. Tujuan belajar yang dikemukakannya dirangkum dalam tiga kawasan yang biasa disebut dengan Taksonomi Bloom (Siregar & Nara). Secara ringkas, ketiga kawasan taksonomi Bloom tersebut sebagai berikut:

1.      Kawasan kognitif

Anderson dan Krathwohl (2001) melakukan revisi kawasan kognitif. Terdapat 6 tingkatan pada kawasan kognitif, yaitu:

a)          Mengingat, meningkatkan ingatan atas materi yang disajikan dalambentuk yang sama diajarkan.

b)          Mengerti, mampu membangun arti dai pesan pembelajaran, termasuk komunikasi lisan, tulisan maupun grafis.

c)          Memakai, menggunakan prosedur untuk mengerjakan latihanmaupun memecahkan masalah


 

 

d)          Menganalisis, memecahbahan-bahan ke dalam unsur-unsur pokoknyadan menetukan bagaimaabagian-bagian saling berhubungan satu sama lain dan kepada seluruh struktur

e)          Menilai, membuat pertimbangan berdasarkan kriteria standar tertentu.

f)           Mencipta, membuat suatu pokok yang baru dengan mengaturkembali unsur-unsur atau bagian-bagian ke dalam suatu pola atau struktur yang belum pernah ada

2.   Kawasan afektif

Kawasan afektifterdiri dari 5 tingkatan, yaitu:

a)              Penerimaan (receiving), meliputi kesadaran akan adanya sesuatu, ingingmenerima, dan memperhatikannya.

b)              Pemberian respons (responding), meliputi sikap ingin merespons, puas dalam memberi respons.

c)              Pemberian nilai atau penghargaan (valuing), meliputi penerimaan terhadap suatu nilai , memililih sistem nilai yang disukai dan memberikan komitemen untuk menggunakan nilai tertentu.

d)              Pengorganisasian (organization), meliputi menghubungkan nilai- nilai yang dipercayainya.

e)              Karakterisasi (characterization), meluputi menjadikan nilai-nilai sebagaibagian pola hidupnya.

3.   Kawasan psikomotor

a)             Peniruan, kemampuan mengamati gerakan.

b)              Penggunaan, kemampuan mengikuti pengarahan, gerakan pilihan dan pendukung.

c)              Ketepatan, kemampuan memberikan responsatau melakukan gerakdengan benar.

d)              Perangkaian, kemampuan melakukan beberapa gerakan sekaligusdengan benar.

e)              Naturalisasi,       melakukan       gerakan      secara     rutin      dengan menggunakan energi fisik dan psikis yang minimal.


 

 

 

 

2)    Implikasi Teori Belajar Humanistik dalam Kegiatan Pembelajaran

Teorihumanistik sering dikritikkarena sukar diterapkan dalam konteks yang lebih praktis. Teori ini dianggap lebih dekat dengan bidang filsafat, teori kepribadian dan psikoterapi dari pada bidang pendidikan, sehingga sukar meterjemahkannya ke dalam langkah-langkah yang lebih konkritdan praktis. Namun karena sifatnyayang ideal, yaitu memanusiakan manusia, maka teori humanistik mampu memberikan arah terhadap semua komponen pembelajaran untuk mendukung tercapainya tujuan tersebut.Semua komponen pendidikan termasuk tujuan pendidikan diarahkan pada terbentuknya manusia yang ideal, manusia yang dicita-citakan, yaitu manusia yang mampu mencapai aktualisasi diri. Untuk itu, sangat perlu diperhatikan bagaimana perkembangan pesertadidik dalam mengaktualisasikan dirinya, pemahaman terhadap dirinya, serta realisasi diri.

Pengalaman emosional dan karakteristik khusus individu dalambelajar perlu diperhatikan oleh guru dalam merencanakan pembelajaran. Karena seseorang akan dapat belajardengan baik jika mempunyai pengertian tentangdirinya sendiri dan dapat membuatpilihan-pilihan secara bebas ke arah mana ia akan berkembang. Dengan demikian teori humanistik mampu menjelaskan bagaimana tujuan yang ideal tersebut dapatdicapai.

Teorihumanistik akan sangat membantu para pendidik dalam memahami arah belajar pada dimensi yang lebih luas, sehingga upaya pembelajaran apapun dan pada konteks manapunakan selalu diarahkandan dilakukan untuk mencapai tujuannya. Meskipun teori humanistik ini masihsukar diterjemahkan ke dalam langkah-langkah pembelajaran yang praktis dan operasional, namun sumbangan teori ini amat besar. Ide-ide, konsep- konsep, taksonomi-taksonomi tujuan yang telah dirumuskannya dapat membantu para pendidik dan guru untuk memahamihakekat kejiwaan manusia.Hal ini akan dapat membantumereka dalam menentukan komponen-komponen pembelajaran sepertiperumusan tujuan, penentuan


 

 

materi, pemilihan strategi pembelajaran, serta pengembangan alat evaluasi, ke arah pembentukan manusia yang dicita-citakan tersebut.

Kegiatan pembelajaran yang dirancang secarasistematis, tahap demi tahap secaraketat, sebagaimana tujuan-tujuan pembelajaran yang telahdinyatakan secara eksplisit dan dapat diukur,kondisi belajar yang diatur dan ditentukan, serta pengalaman-pengalaman belajaryang dipilih untuk peserta didik,mungkin saja bergunabagi guru tetapitidak berarti bagi peserta didik(Rogers dalam Snelbecker, 1974). Hal tersebuttidak sejalan denganteori humanistik. Menurutteori ini, agar belajar bermaknabagi peserta didik,diperlukan inisiatif dan keterlibatan penuh dari pesertadidik sendiri. Maka peserta didik akan mengalamibelajar eksperiensial (experiential learning).

Pada teori humanistik, guru diharapkan tidak hanya melakukankajian bagaimana dapat mengajar yang baik, namun kajian mendlam justru dilakukan untuk menjawab pertanyaan bagaimana agar peserta didik dapat belajar dengan baik. Jigna dalam jurnal CS Canada (2012) menekankan bahwa To learn well, we must give the students chancesto develop freely”. Pernyataan ini mengandung arti untuk menghasikan pembelajaran yang baik, guru harus memberikan kesempatan kepada pesertadidik untuk berkembang secara bebas.

Pendidikan modern mengalami banyak perubahan jika dibandingkan dengan pendidikan tradisional. Pada pendidikan modern,peserta didik menyadari hal-hal yangterjadi dalamproses pembelajaran, hal ini menunjukkan hubungan dua arah antara guru dan pesertadidik. Sementara itu, dalm pendidikan tradisional Proses belajar terjadi secara stabil, dimana peserta didik dituntut untuk mengetahui informasi melalui buku teks, memahami informasiyang mereka dapatkantesebut dan menggunakan informasi terbut dalam aktivitas keseharian peserta didik. Sedangkan dalam pendidikan modern,peserta didik memanfaatkan teknologi untuk membuatkognisi, pemahaman dan membuat konten pembelajaran menjadi lebih menarik dan lebih berwarna.


 

 

Pada penerapan teorihumanistic ini adalahhal yang sangat baik bila guru dapat membuat hubunganyang kuat dengan peserta didik dan membantu peserta didik untuk membantu peserta didik berkembang secara bebas. Dalam proses pembelajaran, guru dapat menawarkan berbagai sumber belajarkepada peserta didik, seperti situs-situs web yang mendukung pembelajaran. Inti dari pembelajaran humanistic adalah bagaimana memanusiakan peserta didik dan membuat proses pembelajaran yang menyenangkan bagi peserta didik.Dalam prakteknya teorihumanistik ini cenderungmengarahkan peserta didik untuk berfikirinduktif, mementingkan pengalaman, serta membutuhkan keterlibatan peserta didik secara aktif dalam proses belajar. Untuk mempelajari lebih lanjut tentang implikasi teori belajar humanistik dalam pembelajaran, anda dapat mengakses link: http://bit.ly/2JZfoKN

 

5.    Forum diskusi

Saudaramahasiswa untuk memperdalam pemahaman Anda mengenaimateri yang telahdisampaikan di atas, Coba Anda diskusikan tugas berikut dengan teman- temankelompok di kelas !

Mengembangkan satu scenario pembelajaran berdasarkan salah satu teori belajaryang telah kita kaji (teori belajarbehavioristik, kognitif, konstruktivistik dan humanistik) sesuai dengan mata pelajaran atau bidang kajian Anda.


 

 

 

 

 

 

 

1.         Rangkuman

a.         Teori belajar behavioristik

Teori belajar behavioristik menyatakan bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku. Seseorang dianggapbelajar jika ia telah mampu menunjukkan perubahan tingkah laku. Pentingnya masukan atau input yang berupa stimulus dan keluaranatau output yang berupa respons. Stimulus adalah sesuatu apa saja yang diberikan oleh guru kepada pesertadidik, dan respon berupa rekasi atau tanggapan yang dihasilkan oleh pesertadidik terhadap stimulusyang diberikan oleh guru. Penguatan(reinforcement) adalah faktor penting dalam belajar. Penguatanadalah apa saja yang dapar memperkuat timbulnyarespons. Bila penguatanditambahkan (positive reinforcement) maka respons akan semakin kuat. Demikian juga jika penguatan dikurangi (negative reinforcement) maka respons juga akan menguat.

Aplikasi teori ini dalam pembelajaran, bahwa kegiatan belajar ditekankan sebagai aktifitas“mimetic” yang menuntut pesertadidik untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari. Penyajian materi pelajaran mengikuti urutan dari bagian-bagian ke keseluruhan. Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil, dan evaluasi menuntutsatu jawaban benar. Jawaban yang benar menunjukkan bahwa peserta didik telah menyelesaikan tugas belajarnya.

b.        Teori Belajar kognitif

Pengertian belajar menurutteori belajar kognitifadalah perubahan persepsi dan pemahaman, yang tidak selalu berbentuk tingkah laku yang dapat diamatidan dapat diukur.Asumsi teori ini adalah bahwa setiap orangmemiliki pengetahuan dan pengalaman yang telah tertata dalam bentuk struktur kognitif yang dimilikinya. Proses belajar akan berjalan dengan baik jika materi pelajaranatau informasi baru beradaptasi denganstruktur


 

 

kognitif yang telah dimiliki seseorang. Menurut teori kognitif,ilmu pengetahuan dibangun dalam diri seseorang melalui proses interaksi yang berkesinambungan dengan lingkungan. Proses ini tidak terpatah-pata, terpisah-pisah, tapi melalui proses yang mengalir, bersambung-sambung, dan menyeluruh.

Selama kegiatan pembelajaran berlangsung, keterlibatan pesertadidik secara aktif amat dipentingkan. Untuk menarik minat dan meningkatkan retensi belajar perlu mengkaitkan pengetahuan baru dengan setrukturkognitif yang telah dimiliki pesertadidik. Materi pelajarandisusun dengan menggunakan pola atau logika tertentu, dari sederhana ke kompleks. Perbedaan individual pada diri peserta didik perlu diperhatikan, karena faktor ini sangat mempengaruhi keberhasilan belajar peserta didik.

c.         Teori Belajar Konstruktivistik

Pandangan konstruktivistik yang mengemukakan bahwa belajar merupakanusaha pemberian makna oleh pesertadidik kepada pengalamannya melalui asimilasi dan akomodasi yang menuju pada pembentukan strukturkognitifnya, memungkinkan mengarahkepada tujuan tersebut.Oleh karena itu pembelajaran diusahakan agar dapat memberikan kondisi terjadinya proses pembentukan tersebutsecara optimal pada diri peserta didik. Peserta didik diberikan kesempatan untuk mengembangkan ide-idenya secaraluas.

Sementara peranan guru dalam belajar konstruktivistik adalah membantu agar proses pengkonstruksian pengetahuan oleh peserta didik berjalan lancar. Guru tidak mentransfer pengetahuan yang telah dimilikinya, melainkan membantu peserta didik untuk membentuk pengetahuannya sendiridan dituntut untuk lebih memahamijalan pikiran atau cara pandangpeserta didik dalam belajar.

d.         Teori Belajar Humanistik

Menurut teori humanistik tujuan belajar adalah untuk memanusiakan manusia. Proses belajar dianggap berhasil jika siswa telah memahmai lingkungan dan dirinya sendiri.Teori humanistik bersifateleksitk,


 

 

maksudnya toeri ini dapat memanfaatkan teori apa saja asal tujuannya tercapai.

Aplikasi teori humanistik dalam kegiatan pembelajaran cenderung mendorong siswa untuk berpikirinduktif. Teori ini juga amat mementingkan faktor pengalaman dan keterlibatan siswa secara aktifdalam belajar. Semua komponen pendidikan termasuk tujuan pendidikan diarahkan pada terbentuknya manusia yang ideal, manusia yang dicita- citakan, yaitu manusia yang mampu mencapai aktualisasi diri. Untuk itu, sangat perlu diperhatikan bagaimana perkembangan peserta didik dalam mengaktualisasikan dirinya, pemahaman terhadap dirinya, serta realisasi diri.

 

2.    Tes formatif

Pilihlah salah satu jawaban yang paling tepat dari pertanyaan berikut :

1.      Teori belajar yang mengutamakan perubahan tingkah laku pada individu yang belajar dengan mengutamakan hubunganstimulus dan respon merupakan teori belajar….

A.    Kognitivistik

B.    Behavioristik

C.    Konstruktivistik

D.    Humanistik

E.    Rekonstruktivistik

 

 

2.      Apabila dalam proses belajar peserta didik melakukan sesuatu sampai dengan mendapatkan respon yang tepat dan sesuai dengan apa yang diinginkan serta menghilangkannya apabila dirasakan tidak sesuai, hal ini merupakan prinsip belajar dari ....

A.    Conditioning

B.    Trial and error

C.    Shaping

D.    Konseptualisasi


 

 

E.    Stimulus respon

 

 

3.      Contoh penerapanteori behavioristik yang dapat dilakukanoleh guru dalampraktik pembelajaran adalah….

A.   Membimbing siswadalam memperoleh pengetahuan baru

B.    Menyediakan atau memberikan kegiatan-kegiatan yang merangsang keingintahuan siswa dan membantumereka kengekspresikan gagasannya

C.    Memberikan stimulus kepada peserta didik berupa penataanlingkungan belajar

D.   Memahami tahap-tahap perkembangan pesertadidik dan menggunakan metode pembelajaran sesuai dengan tahap tersebut

E.    Memberikan penjelasan pengetahuan baru

 

 

4.      Seluruh komponenpendidikan memiliki tujuan yang sama yaitu terbentuknya manusia yang ideal, manusia yang dicita-citakan, yaitu manusia yang mampu mencapaiaktualisasi diri. Pernyataan tersebut merupakan bagian dari teori ….

A.   Behavioristik

B.    Kognitivistik

C.    Konstruktivistik

D.   Humanistik

E.    Sibernetik

 

 

5.      Aliran ini lebih menekankan pada keaktifan siswa selama kegiatanbelajar, aktif berpikir, menyusun konsep-konsep sertamemberi makna tentanghal- hal yang dipelajari dan yang palingpenting terwujudnya belajaradalah niat pesertadidik itu sendiri.Pernyataan tersebut merupakan aliran dari teori

….

A.   Behavioristik

B.    Kognitivistik


 

 

C.    Konstruktivistik

D.    Humanistik

E.    Sibernetik

 

 

6.      Menurut Bruner,apabila seseorang memahamiobyek-obyek atau dunianyamelalui gambar-gambar dan visualisasi verbal dengan kata lain peserta didik belajar melaluibentuk perumpamaan atau perbandingan, hal ini merupakan tahapan dari......

A.    Enaktif

B.    Intuitif

C.    Ikonik

D.    Simbolik

E.    Konflik

 

 

7.      Pada tahap konseptualisasi, kemampuan yang dimiliki oleh peserta didikadalah.....

A.    Mampu memecahkan masalah

B.    Mampu membuat peraturan

C.    Mampu memahami sebuah kejadian

D.    Mampu mengalami sebuah kejadian

E.    Mampu memahami permasalahan

 

 

8.      Pernyataan berikut yang menjelaskan makna istilah kognitifadalah….

A.    Kemampuan berkomunikasi

B.    Kemampuan untuk memecahkan masalah

C.    Kemampuan berinteraksi

D.    Kemampuan untuk mengintegrasikan diri

E.    Kemampuan mengemukakan pendapat

 

 

9.      Dibawah ini adalah tipe belajar menurutHabermas, kecuali ….

A.    Belajar teknis


 

 

B.    Belajar praktis

C.    Belajar aktif

D.   Belajar emansipatoris

E.    Belajar konsep

 

 

10.  Di dalam proses pembelajaran, para siswa dihadapkan dengan situasi di mana ia bebas untuk mengumpulkan data, membuat dugaan (hipotesis), mencoba-coba (trial and error), mencaridan menemukan keteraturan (pola), menggeneralisasi atau menyusun rumus beserta bentuk umum, membuktikan benar tidaknya dugaannya itu. Hal ini merupakan penerapanteori belajar….

A.   Kognitivistik

B.    Humanistic

C.    Behavioristik

D.   Konstruktivistik

E.    Sibernetik

 

 

Cocokkanlah jawaban Saudara dengan Kunci JawabanTes Formatif KB 2 yang terdapat pada bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar. Selanjutnya, gunakan rumus berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan Saudaraterhadap materi Kegiatan Belajar 2.

 


 

 

Arti tingkat penguasaan : 90 100% = baik sekali

80 – 89% = baik

70 - 79% = cukup

< 70% = kurang


 

 

Apabila mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Saudara dapat meneruskan dengan modul ini selanjutnya, bagus!Namun jika masih di bawah80%, Saudara harus mengulangi materi Kegiatan Belajar 2, terutama pada bagian yang belum dikuasai.